“Tiga syarat menghadapi tantangan global; perkuat kemandirian bangsa, tingkatkan daya saing, dan miliki peradaban bangsa yang mulia”. (Susilo Bambang Yudhoyono)

08 September 2015

Pengalaman Kebhinnekaan Bersama Keluarga Bu Grace

Rochimudin | 08 September 2015 | 11:24 PM |
Jumat, 21 Agustus 2015 saya bersama teman saya, Pradipta bernama Fauzi mendapatkan tugas untuk melaksanakan kegiatan Live In. Sebenarnya kegiatan ini bukan agenda sekolahan melainkankan adalah tugas mata pelajaran PPKn tentang Kebhinnekaan. Sebenarnya kami sempat malas mendapatkan tugas seperti ini, karena kami pikir ini hanyalah tugas yang membuang-buang waktu dan merumitkan tugas seorang murid saja. Tetapi bagi sebagian orang, ini adalah tugas yang sangat bagus, karena melibatkan langsung murid yang terjun ke dalam masyarakat.

Bersama Ibu Grace di Museum Kereta Api Ambarawa

Dengan berat hati saya dan teman saya, Fauzi harus rela melaksanakan tugas ini. Kebetulan saya mendapatkan induk semang yang menurut kami sangat menarik yaitu Bu Grace, karena menurut sebagian orang Bu Grace adalah sosok guru yang sangat baik. Langsung saja kami membayangkan bagaimana sikap keluarga Bu Grace terhadap kami, mungkin seru juga.

Sore hari, kami semua yang mendapatkan tugas untuk Live in telah bersiap di sekolah pukul 15.00 wib. Kami diberi pengarahan terlebih dahulu sebelum diantar ke induk semang kami masing-masing. Setelah diberi pengarahan saya dan Fauzi diantar Pak Rochim untuk menemui Bu Grace di ruang guru. Menurut kami beliau adalah orang yang sangat ramah. Pukul 16.30 WIB, saya, Fauzi, dan Bu Grace dijemput oleh suami Bu Grace yang bernama Pak Kris. Sempat mengira Pak Kris adalah orang yang jutek, tetapi ternyata beliau sangat ramah terhadap kita.

Sebelum menuju rumah Bu Grace saya dan Fauzi diajak Bu Grace dan Pak kris makan di salah satu rumah makan, disana kita mengobrol-ngobrol bersama. Kebetulan kami di pesan kan Bu Grace makanan yang bernama Soto Laksana, karena itu adalah makanan yang terkenal di restoran tersebut. Kami tidak lupa melaksanakan tugas kami yaitu adalah wawancara. Sembari kita makan dan mengobrol kami menyelikan beberapa pertanyaan yang telah disiapkan.

Dari beberapa pertanyaan, kami dapat menyimpulkan bahwa Bu Grace merupakan seseorang yang telah dididik oleh ibunya dengan ajaran–ajaran kebhinnekaan. Terbukti Bu Grace sangat menghormati dan memberikan toleransi terhadap agama penganut agama lain. Meskipun beliau bukan islam tetapi beliau sangat menghormati agama Islam. Bu Grace juga bercerita bahwa tetangganya yang merupakan penganut agama Islam memesan ketupat untuk lebaran kepada Bu Grace, karena Bu Grace memang ahli dalam memasak ketupat.

Setelah makan selesai, kami melanjutkan perjalanan menuju ke rumah Bu Grace yang terletak di daerah Ungaran, selama perjalanan kami tertidur di mobil. Tak disangka kami telah sampai di rumah Bu Grace yang menurut kami sangat jauh sekali. Sesampainya di rumah Bu Grace kami di persilahkan untuk menuju ke kamar kami yang telah di sediakan. Sembari bergantian mandi Bu Grace bercerita tentang pengalamannya selama di luar negeri. Setelah itu kami menuju masjid untuk menunaikan ibadah sholat maghrib.

Setelah sholat maghrib kami diajak Bu Grace dan Pak Kris menuju ke Getsemani. Itu merupakan sebuah tempat peribadatan umat Kristiani. Disitu kami di perlihatkan dan di jelaskan mengenai tempat-tempat itu. Disana ada goa doa yang merupakan suatu tempat yang kecil untuk melaksanakan ibadah. Disana kami dipertemukan oleh salah seorang pendeta yang bernama Pak Ngatemen, lalu kami melaksanakan wawancara, setelah itu kami diajak melihat dengan menuju acara persekutuan yang terletak di salah satu rumah warga.

Setelah dari tempat persekutuan tadi, kami diajak Bu Grace ketempat salah seorang teman Bu Grace yang bernama Pak Rahino. Beliau merupakan salah seorang masyarakat yang melakukan pernikahan beda etnis, Pak Rahino merupakan etnis Jawa dan Bu rahino etnis Tiongkok. Disana kami melaksanakan wawancara mengenai perbedaan etnis tersebut, setelah itu kami pulang menuju ke rumah. Sesampai di rumah, kami tidak langsung menuju kamar tetapi kami membantu Bu Grace dan Pak Kris menyirami bunga yang ada di rumah mereka. Setelah itu kami baru beristirahat dan melakukan skype bersama teman kami yang tidak ikut live in yaitu Ragi, setelah itu kami tidur.

Keesokan harinya, dengan udara yang sangat dingin sampai menusuk ke tulang rusuk, kami melaksanakan ibadah sholat subuh terlebih dahulu. Setelah itu kami menelusuri rumah Bu Grace, dan betapa indahnya, dari rumah Bu Grace tampak beberapa gunung yang sangat indah. Lalu kami melakukan skype bersama teman kami Novisa. Pukul 07.30 wib Bu Grace menuju kamar kami dan menyuruh kami untuk bersiap – siap karena kami akan ditunjukan di salah satu tempat.

Setelah semuanya siap kami berangkat menuju ke tempat yang akan kami tuju. Namun, sebelum itu kami kami melakukan sarapan pagi di salah satu tempat makan. Disitu kami melakukan beberapa perbincangan. Setelah makan selesai kami menuju ke tempat yang lumayan jauh yaitu di Goa Kerep yang terletak di Ambarawa.

Goa kerep ini merupakan salah satu tempat peeribadatan yang sangat terkenal, karena disitu terletak sebuah patung Bunda Maria yang tertinggi se – Asia. Disitu juga merupakan miniatur dari kota Yordania, karena disitu terdapat jalan salib. Disana kami dijelaskan beberapa perbedaan antara Kristen dan Katholik.

Setelah dari Goa Kerep kami diajak menuju ke museum kereta Ambarawa, disana kita melihat kereta – kereta kuno dan melakukan foto-foto. Disana Pak Kris bercerita tentang sejarah stasiun dan kereta yang ada disana. Setelah cukup lama kami disana lalu kami melanjutkan perjalan pulang ke Semarang, namun di tengah–tengah perjalanan kami di berhentikan di salah satu tempat makan serabi Ambarawa. Serabi Ambarawa sangat berbeda dengan serabi solo, karena serabi Ambarawa menggunakan kuah dan serabi Solo tidak.

Banyak cerita dari keluarga Bu Grace tentang indahnya kebhinnekaan. Kebhinnekaan telah dianggap sebagai realitas atau kenyataan dalam masyarakat. Tuhan menciptakan makhluknya berbeda-beda, tinggal bagaimana kita menghadapi perbedaan. Perbedaan itu bisa menjadi sesuatu yang indah apabila kita ikhlas dan mampu mengelolanya dengan baik.

Setelah selesai makan kami melanjutkan perjalanan, kami di lewatkan Batalyon Kavelari yang merukapan tempat pelatihan militer kami, lalu benteng pendem dan rawa pening. Di mobil Pak Kris dan Bu Grace bercerita sangat banyak sekali mengenai tempat – tempat itu. Nah lalu kami diantar ke sebuah halte BRT untuk sampai di SMA N 5 Semarang. Tepat pukul 12.00 kami sampai di sekolah kami dengan selamat. Terima kasih Pak Kris dan Ibu Grace.

No comments:

Post a Comment

//